Senin, 14 Februari 2011

Situs Facebook | Pendiri Facebook

 Eksekutif Google Pengobar Revolusi 2.0
Wael Ghonim ingin bertemu dengan pendiri Facebook Mark Zuckerberg untuk berterimakasih.

 

Wael Ghonim, pengobar Revolusi 2.0 di Mesir (AP Photo/Google Inc)
Keberhasilan masyarakat Mesir menjungkalkan pemimpin diktator yang telah berkuasa selama 30 tahun, Hosni Mubarak, bisa dikatakan sebagai buah kemenangan media sosial.
Aksi jalanan yang kini mengubah peta perpolitikan global di Timur Tengah itu, sedikit banyak tak bisa dilepaskan dengan gerakan yang dirintis melalui dunia maya, termasuk melalui Facebook.
Dalam sebuah wawancaranya dengan CNN, tokoh kunci gerakan oposisi Mesir yang juga seorang eksekutif Google, Wael Ghonim, mengatakan bahwa semuanya dimulai dari gerakan online. "Revolusi ini dimulai dari Facebook," kata Ghonim.
Ghonim menceritakan, ia memulai gerakan oposisi di Facebook pada Juni 2010. Masyarakat Mesir tentu masih ingat bahwa pada 6 Juni 2011, seorang blogger Mesir bernama Khaled Said tewas mengenaskan karena dianiaya polisi Mesir.
Penyebabnya, Khaled mengunduh rekaman video yang memperlihatkan polisi tengah bagi-bagi mariyuana hasil penyitaan di lapangan. Saat itu, ribuan orang Mesir mulai berkolaborasi untuk berbagi konten melalui Facebook.
Ghonim awalnya membuat laman Facebook bernama 'My Name is Khaled Said'. Namun, karena alasan yang tidak jelas, Facebook sempat memberangus laman ini. Belakangan, Ghonim yang memiliki nama maya ElShaheed itu membuat laman Facebook baru bernama 'We are All Khaled Said'.
Gerakan We are all Khaled Said di Facebook
Laman ini berhasil meraih dukungan luas setelah mengunggah foto-foto mayat Khaled Said, bahkan meraup sekitar 450 ribu anggota. "Saat kami memposting sebuah video di Facebook, video itu bisa dilihat oleh 60.000 orang di dinding mereka, hanya dalam hitungan jam," kata Ghonim.
Saat Tunisia bergejolak, Ghonim tak menyia-nyiakan momentum itu. Pada 15 Januari, Ghonim mengumumkan di laman Facebook 'We Are All Khaled Said' bahwa mereka merencanakan aksi demonstrasi pada 25 Januari. Ghonim tak cuma sekadar jago di Facebook. Ia juga ikut turun ke jalan, bahkan sampai harus diculik aparat selama 12 hari.
Atas desakan kelompok-kelompok oposisi, akhirnya pemerintah membebaskan Ghonim. Tapi belakangan Ghonim kembali turut dalam aksi unjuk rasa untuk menekan kemunduran Mubarak. Bahkan Ghonim sempat menyatakan siap mati dalam aksi unjuk rasa berikutnya.
Ia sempat menitipkan anak istrinya kepada pengacaranya, karena baginya, tuntutan perjuangan rakyat Mesir sudah final dan tak bisa dinegosiasikan lagi: Mubarak harus mundur. Pada akhirnya, aksi rakyat Mesir berhasil mengusir Mubarak dari kursi empuknya.
Kini Ghonim merasa perannya telah usai. Ia ingin kembali ke kehidupannya seperti sedia kala, bekerja untuk perusahaan yang ia banggakan Google. "Google merupakan tempat terbaik untuk bekerja. Saya ingin kembali bekerja untuk Google, bila saya belum dipecat," kata Ghonim.
Selain itu, Ghonim juga sangat berterimakasih kepada Facebook. "Suatu hari saya ingin bertemu dengan Mark Zuckerberg dan berterimakasih langsung kepadanya," kata Ghonim.
Di pihak lain, salah seorang eksekutif di Facebook mengatakan bahwa Ghonim, memang merupakan pahlawan Mesir yang sebenarnya.
“Seperti  pahlawan sejati lainnya, Ghonim selalu berusaha mengecilkan perannya dan justru memberikan penghargaan kepada orang lain.Teknologi memang alat yang vital dalam sebuah perjuangan. Namun, kita percaya bahwa keberanian dan determinasi mereka adalah yang paling utama,” kata Elliot Schrage, Vice President Facebook Inc.
Setidaknya, keyakinan Ghonim terhadap kekuatan internet kini telah terbukti. Kepada temannya di Facebook, Ghonim pernah menceritakan keyakinannya. "Setahun lalu saya pernah berkata bahwa internet akan mengubah keadaan politik di Mesir, tapi beberapa teman mengejek pendapat saya."
Setelah Mubarak jatuh, Ghonim memberi resep khusus kepada negara-negara lain yang ingin menyusul Mesir. "Bila Anda ingin membebaskan sebuah masyarakat, beri saja mereka Internet."
Menurutnya, rezim diktator Mesir berhasil membekap gerakan oposisi selama dekade 1970, 1980, dan 1990. Namun, ketika internet datang, mereka gagal.
Ghonim berjanji untuk membeberkan semua pengalaman dan pandangannya tentang peran media sosial dalam sebuah buku. "Saya akan menuliskan buku berjudul Revolusi 2.0."

Bookmark and Share

0 komentar:

Posting Komentar

visitor

eXTReMe Tracker