Selasa, 11 Januari 2011

Blokir Blackberry Sudah Harga Mati

Blokir Blackberry Sudah Harga Mati

YLKI Dukung Kebijakan Pemerintah

JAKARTA. Rencana pemerintah memblokir izin operasi produsen Blackberry, Research In Motion (RIM) di Indonesia per 17 Januari, sudah harga mati. Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Tifatul Sembiring, mengatakan sudah tidak ada toleransi lagi kepada pabrikan telepon seluler asal Kanada itu.
Tifatul mengimbau publik bersiap jika pada pekan depan fasilitas Blackberry yang disediakan sejumlah operator tidak bisa dioperasikan lagi di Indonesia.
"Karena sejauh ini terkesan RIM mengulur-ulur waktu untuk menjalankan komitmen mereka. Pemerintah tidak akan mundur selangkah pun," kata Tifatul di Jakarta Minggu (9/1) kemarin.
Seperti diwartakan, Kemenkominfo akan mencabut izin usaha RIM dalam dua pekan mendatang karena mereka menolak memblokir akses terhadap situs porno. Dalam pertemuan terakhir, RIM mengeluhkan besarnya biaya dan investasi untuk memblokir konten pornografi secara khusus di wilayah Indonesia.
RIM kemudian mengusulkan untuk mengarahkan beban investasi sensor konten pornografi di Blackberry kepada operator di Indonesia. Namun, rencana itu belum menghasilkan solusi konkret. Karena itu Kemenkominfo berang dan akan memblokir operasi RIM di Indonesia.
Tifatul mengatakan, RIM harusnya patuh kepada undang-undang yang berlaku di Indonesia seperti operator lain. Pihaknya tidak akan memberi perlakuan istimewa kepada BlackBerry walaupun pelanggannya sudah mencapai angka 2 juta orang di Indonesia.
Berbeda dengan ponsel lain hanya BlackBerry yang menggunakan skema bisnis internet menggunakan jalur sendiri untuk koneksi internet internasionalnya. Sementara ponsel yang lain hanya mengandalkan jaringan yang disediakan operator lokal dengan izin Menkominfo.
Tifatul menjelaskan, isu filter internet hanya satu dari sekian banyak kewajiban yang harus dipenuhi RIM jika ingin berbisnis di Indonesia. Hal lain yang selama ini tidak diperhatikan oleh RIM adalah, kewajiban pajak seperti PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak), kontribusi USO (Universal Service Obligation) dan lawful interception atau penyadapan.
"Semua terpusat di Kanada dan itu tidak adil," kata Tifatul.
Secara umum, Tifatul memiliki tujuh permintaan kepada RIM. Antara lain, agar RIM menghormati Peraturan UU 36/1999, UU 11/2008 dan UU 44/2008, RIM juga harus membuka kantor di Indonesia, RIM harus membuka service center, RIM juga wajib merekrut tenaga kerja lokal.
Selanjutnya, Tifatul meminta RIM menggunakan konten lokal Indonesia, khususnya software, RIM juga wajib memasang software blocking situs porno.
"Dan yang terpenting, RIM agar membangun server/repeater di Indonesia, sehingga aparat penegak hukum bisa melakukan penyelidikan kepada pelaku kejahatan," tegas dia.
Tuntutan Tifatul memang berdasar. RIM memang sudah membuka kantor perwakilan di Indonesia sejak 9 November 2010 silam. RIM juga sudah berkomitmen membuka 36 pusat layanan resmi BlackBerry di Indonesia sampai akhir tahun lalu dan akan terus ditambah.
Namun, ketika pemerintah berunding dengan RIM terkait blokir situs porno dan urusan pajak, pengambilan keputusan tidak bisa dilakukan oleh perwakilan Indonesia.
Seakan-akan, kantor perwakilan dan service center di Indonesia hanyalah upaya untuk meredam pemerintah dan mereka tetap bisa berbisnis tanpa kontribusi konkret kepada Indonesia.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudayatmo, justru sepakat dengan langkah pemerintah. Menurutnya blokir layanan Blackberry sudah terlambat dilakukan karena konsumen sudah mencapai jutaan orang.
Namun, yang membuat langkah pemerintah cukup beralasan, YLKI menemukan bahwa RIM tidak memiliki badan hukum lokal di Indonesia. Artinya, perlindungan konsumen sulit dilakukan karena semua kebijakan terpusat di Kanada.
"Kali ini saya setuju dengan pemerintah. Karena ini adalah upaya melindungi konsumen di masa mendatang," kata dia.
YLKI mengatakan, posisi konsumen RIM di Indonesia sangat lemah. Karena, komplain terkait produk, tidak bisa dilayani di Indonesia. Sudaryatmo mengatakan, seakan-akan RIM berniat melakukan bisnis hitam di Indonesia tanpa mau bertanggungjawab kepada produknya.
Termasuk keengganan berbagi keuntungan dengan pemerintah Indonesia dalam hal pajak. "Tugas pemerintah sekarang adalah menjelaskan kepada publik bahwa kebijakan ini untuk melindungi mereka," kata dia.
Dari lima operator partner RIM yakni Telkomsel, Indosat, PT XL Axiata (XL), PT Natrindo Telepon Seluler (Axis) dan PT Hutchison CP Telecom (Three), ada sekitar 2 juta pelanggan dengan asumsi perputaran uang sekitar Rp5 triliun per bulan.
Secara terpisah, GM Corporate Communication Telkomsel Richardo Indra mengatakan, sulit bersikap dengan ultimatum pemerintah terhadap pihak RIM. Apalagi, hal itu masih menjadi pembicaraan di kedua belah pihak.
Karena itu, Telkomsel sebagai salah satu provider yang menyediakan layanan Blackberry hanya bisa menunggu sampai ada keputusan tetap. "Sejauh ini, nikmati saja berbagai layanan yang sudah disiapkan Telkomsel. Dan kami tetap berupaya memberikan kepuasan bagi pelanggan," katanya.
Sampai akhir 2010 lalu pihaknya membukukan 960 ribu pelanggan BlackBerry. Ditargetkan, tahun depan bisa bertambah sebanyak 1 juta pelanggan sehingga total sampai akhir 2011 sebanyak 2 juta pelanggan yang menggunakan layanan BlackBerry Telkomsel.
"Dengan jumlah pelanggan 960 ribu, per bulan Telkomsel bisa membukukan sekitar Rp86,4 miliar," kata dia.
Sementara itu, kantor perwakilan RIM di Indonesia juga terus menutup diri kepada wartawan. Tak ada satupun pejabat mereka yang memberikan keterangan kepada publik terkait polemik ini. Upaya untuk meminta pernyataan pun tidak mendapat tanggapan. (zul/res/gen/jpnn)

Bookmark and Share

0 komentar:

Posting Komentar

visitor

eXTReMe Tracker